-->
  • BOOK REVIEW : Hujan Matahari (Kurniawan Gunadi)


    Judul: Hujan Matahari
    Penulis: Kurniawan Gunadi
    Penerbit: Canting Press
    Dimensi: xii + 206 hlm; 14 x 20 cm
    ISBN: 978 602 19048 1 7

    Hmm, bagaimana kalo saya cerita dulu gimana ketemu sama Kurniawan Gunadi ini?
    Setahunan yang lalu, saya menemukan musikalisasi puisi via SoundCloud yang dibacakan Rahne Putri. Tahu nya sih ini dari tulisan - tulisannya sendiri ataupun kolaborasi dengan Zarry Hendrik, mereka punya buku juga anyway.

    Dan suatu pagi (saya inget banget karena hari itu harus lembur subuh - subuh), teman saya mengirimkan voice note via WhatsApp yang mirip - mirip suara Rahne. Ehem. Berkat googling, saya akhirnya tahu voice note tak berjudul itu merupakan musikalisasi tulisan milik Kurniawan Gunadi, dengan judul 'Karena Apa', yang juga bisa dibaca di bab terakhir buku ini.

    Karena tulisan itu, saya jadi kepo dengan tumblr si masgun - panggilan akrab Kurniawan Gunadi - dan well, saya cukup suka tulisan - tulisannya. Sampai akhirnya, ternyata dia publish buku 'Hujan Matahari' yang nggak bisa di beli di toko buku.

    Saya menerima buku ini sekitar 2-3 bulan lalu, membaca sekitar setengah buku dalam 2-3 hari setelahnya, berhenti, dan baru kemarin saya menyelesaikan dalam beberapa jam. Kenapa? entahlah, 2-3 hari membaca setengah buku waktu itu perjuangan yang (agak) berat bagi saya. Mungkin karena ekspektasi saya yang salah.

    Dibagi dalam tiga bab besar : Sebelum Hujan, Gerimis, Hujan, dan Reda *yang saya nggak ngerti tujuannya apa, karena mirip semua*. Hujan Matahari merangkum puluhan tulisan pendek yang meskipun di tulis laki - laki, tetap well-noted buat perempuan. Saya seperti menebak - nebak sosok masgun, karena ya, tulisannya berasa nyata, masih dalam kehidupan sehari - hari, kebanyakan self-talk, tentang cinta dan menyenangkannya tentu saja karena banyak hal tentang hujan *eh. 
      
    Gerimis. 
    Bab ini yang paling fiksi menurut saya. Banyak tokoh hadir, beberapa merupakan percakapan. Ada cerita 'Bulan Kaca' yang bikin saya ingat dengan film 'Miracle in Cell number 7'. Lalu ada juga 'Kopi Manis Tanpa Gula' *saya suka ini!* dan 'Ditunggu' yang nggak jauh soal pertemuan - jodoh. Kemudian ada 'Temanku, Hujan' yang jadi penutup yang manis. 
    Perempuan, kata orang ditakdirkan untuk menunggu. Itu kata orang, tapi lain kata mamak. Mamak bercerita, perempuan itu sejatinya menunggu. (Ditunggu, halaman 73)

    Hujan. 
    Bab ini jadi favorit saya, meskipun sebenarnya nada nya juga nggak jauh beda dengan Gerimis. Tapi, disini kebanyakan (saya tebak) merupakan self-talk si penulis sendiri. Banyak yang minta di quote! Masih tentang cinta, masih juga tentang sosok yang melindungi diri nya sendiri bahwa cinta akan datang nanti pada waktunya. Saya suka tulisan dengan judul 'Benteng Terakhir', 'Memilih Diam', 'Memastikan Rasa', juga 'Dinding'. 
    Memilih diam adalah pilihan yang sulit, jauh lebih sulit daripada mengutarakan. Diam membutuhkan seluruh kesabaran dan keberanian untuk menahan diri. Namun, mengutarakan atau menyatakan tetaplah menjadi satu hal yang dipersialkan matang - matang agar tidak terjadi kesalahan (Memilih Diam, halaman 153)
    Memastikan perasaan membutuhkan waktu yang berbeda bagi setiap orang. Bahkan, ada yang bertahun - tahun. Memendamnya hanya untuk memastikan, benarkah? Hingga pada jawaban terakhir, ketika setiap pemilik rasa mau dan mampu berdamai dengan perasaannya. Ada yang jawabannya ternyata benar dan ada yang ternyata selama ini salah. (Memastikan Rasa, halaman 157)

    Reda.
    Mungkin bab ini yang paling gombal haha, kalo dibandingkan dengan dua bab pendahulunya, isi bab ini yang paling banyak tulisan pendek tak sampai satu halamannya. Dan seperti yang saya bilang soal sosok yang melindungi dirinya sendiri, sosok itu semakin terasa di bab ini *sok tahu*. Cerpen 'Karena Apa' yang mengenalkan saya pada masgun ada disini, dan tulisan berjudul sama dengan buku ini jadi penutup keseluruhannya. 
    Aku tidak sedang mencari teman minum kopi atau membaca buku, tidak juga sedang mencari teman naik gunung. Aku mencari teman hidup di dunia dan akhirat. Seseorang yang bisa bersama menuju-Nya. Dan aku tidak peduli dengan yang selain itu. (Karena Apa, halaman 181)

    Jadi gimana buku ini? Well, kalo kamu lagi suka cerita cinta, atau mau digombalin (?) bisa lah baca buku ini, haha. Baiknya, masgun ini melek agama, jadi tersisiplah dengan cantik. Tapi yaa.. dengan terlalu banyak judul bisa membuat kebosanan. But somehow, mungkin karena usia si masgun ini beda tipis ama saya, bahasannya cocok lah. Saya jadi ingat tulisan dua orang juga sih, kayaknya mereka bahkan bisa lebih dari sosok masgun ini.


    of stars from me,
    Love,
    -iMa

    **Gambar di comot dari google karena saya lupa ngefoto, haha
    ***ditulis 21.06.2015 sambil leyeh - leyeh menunggu adzan maghrib

  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment